REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG - Mulai Februari ini, 132 sekolah di Bandung akan mempraktikkan kelas digital. Pengembangan kelas digital ini untuk menuju cita-cita Bandung sebagai ‘Smart City’.
Menurut Direktur Seamolec Gatot Hari Priowirjanto, kelas digital ini sudah dikembangkan di berbagai negara. Seperti, Belanda, Jerman, dan Thailand. Di Indonesia, kata dia, akan dikembangkan secara bertahap. Setiap satu sekolah akan dicoba satu kelas dan nanti dilihat responsnya.
Pada tahap pertama, akan dilaksanakan pada Februari-Juni dengan target penentuan sekolah yang akan mempraktikkan kelas digital ini dan minimal satu kelas dari setiap sekolah. Kelas yang akan dijadikan percobaan kelas digital ini adalah kelas 6 SD, 9 SMP, dan 12 SMA/SMK.
Sementara tahap kedua akan dilaksanakan Agustus - November dengan target penambahan sekolah yang mengikuti sistem ini dan minimal ada tiga kelas di sekolah yang menggunakan kelas digital.
Pengembangan kelas digital ini, kata Gatot, menggunakan kurikulum 2013 dengan sistem modul elektronik. “Jadi, anak-anak sudah bisa belajar melalui tablet, laptop, atau komputer mereka masing-masing,” kata Gatot pada Selasa (3/2).
Selain itu, melalui kelas digital ini juga akan diterapkan ujian dalam jaringan. Di mana para siswa bisa ujian dengan menghemat biaya kertas dan waktu. Guru, kata dia, tidak lagi perlu mengoreksi, karena sudah langsung dinilai oleh sistem.
Ada enam mata pelajaran yang bisa dikembangkan melalui kelas digital ini. Keenam mata pelajaran itu, kata Gatot, adalah matematika, bioteknologi, IBSE (berkaitan dengan sains), kesehatan, prakarya dan teknopreneur, dan ekstrakurikuler. “Untuk ekstrakurikuler akan menggunakan angklung digital yang kemarin dibuat oleh SMK 6 Bandung,” ujar Gatot.
Gatot berharap, dengan sistem kelas digital ini murid bisa berintraksi dengan sekolah di Thailand, Vietnam atau Kamboja. Di mana sekolah- sekolah di negara tersebut juga menggunakan kelas digital.
Dengan kondisi seperti itu, mereka juga bisa mempelajari bahasa mereka. “Adanya sistem seperti ini bisa meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia dan akan mengajari anak-anak untuk menghasilkan karya di tabletnya sendiri,” ujar Gatot.
Pengoperasian kelas digital ini, kata Gatot, sekolah akan dibantu oleh 88 mahasiswa Teknik Elektro ITB. Dengan target, 50 persen peserta kelas digiyal meraih nilai rata-rata ujian nasional (UN) 8,5.
Menurut Ketua Pengawas Kelas Digital SD Kota Bandung Sutarwan, antusiasme dari para SD tinggi dibandingkan dengan jenjang lainnya. Bahkan, SD kecil seperti di Ciparea, Kosambi pun siap untuk melaksanakannya.
Saat ini, kata Sutarwan, sudah ada 39 SD yang bersedia menjalani program ini. “Masih banyak SD lain juga yang ingin,” katanya.
Akan tetapi, kata Sutarwan, tidak harus setiap siswa memiliki tablet dan semisalnya. Cukup menjaring siswa yang sudah memiliki sarana saja atau menggunakan laptop guru, komputer sekolah.
Mengenai kesulitan anak SD mengikuti ujian berbentuk online, Sutarwan mengatakan, kesusahan anak SD dari segi teknis. Karena itu, nanti perlu diadakan penjelasan yang lengkap mengenai teknis ujian online.
Menurut Direktur Seamolec Gatot Hari Priowirjanto, kelas digital ini sudah dikembangkan di berbagai negara. Seperti, Belanda, Jerman, dan Thailand. Di Indonesia, kata dia, akan dikembangkan secara bertahap. Setiap satu sekolah akan dicoba satu kelas dan nanti dilihat responsnya.
Pada tahap pertama, akan dilaksanakan pada Februari-Juni dengan target penentuan sekolah yang akan mempraktikkan kelas digital ini dan minimal satu kelas dari setiap sekolah. Kelas yang akan dijadikan percobaan kelas digital ini adalah kelas 6 SD, 9 SMP, dan 12 SMA/SMK.
Sementara tahap kedua akan dilaksanakan Agustus - November dengan target penambahan sekolah yang mengikuti sistem ini dan minimal ada tiga kelas di sekolah yang menggunakan kelas digital.
Pengembangan kelas digital ini, kata Gatot, menggunakan kurikulum 2013 dengan sistem modul elektronik. “Jadi, anak-anak sudah bisa belajar melalui tablet, laptop, atau komputer mereka masing-masing,” kata Gatot pada Selasa (3/2).
Selain itu, melalui kelas digital ini juga akan diterapkan ujian dalam jaringan. Di mana para siswa bisa ujian dengan menghemat biaya kertas dan waktu. Guru, kata dia, tidak lagi perlu mengoreksi, karena sudah langsung dinilai oleh sistem.
Ada enam mata pelajaran yang bisa dikembangkan melalui kelas digital ini. Keenam mata pelajaran itu, kata Gatot, adalah matematika, bioteknologi, IBSE (berkaitan dengan sains), kesehatan, prakarya dan teknopreneur, dan ekstrakurikuler. “Untuk ekstrakurikuler akan menggunakan angklung digital yang kemarin dibuat oleh SMK 6 Bandung,” ujar Gatot.
Gatot berharap, dengan sistem kelas digital ini murid bisa berintraksi dengan sekolah di Thailand, Vietnam atau Kamboja. Di mana sekolah- sekolah di negara tersebut juga menggunakan kelas digital.
Dengan kondisi seperti itu, mereka juga bisa mempelajari bahasa mereka. “Adanya sistem seperti ini bisa meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia dan akan mengajari anak-anak untuk menghasilkan karya di tabletnya sendiri,” ujar Gatot.
Pengoperasian kelas digital ini, kata Gatot, sekolah akan dibantu oleh 88 mahasiswa Teknik Elektro ITB. Dengan target, 50 persen peserta kelas digiyal meraih nilai rata-rata ujian nasional (UN) 8,5.
Menurut Ketua Pengawas Kelas Digital SD Kota Bandung Sutarwan, antusiasme dari para SD tinggi dibandingkan dengan jenjang lainnya. Bahkan, SD kecil seperti di Ciparea, Kosambi pun siap untuk melaksanakannya.
Saat ini, kata Sutarwan, sudah ada 39 SD yang bersedia menjalani program ini. “Masih banyak SD lain juga yang ingin,” katanya.
Akan tetapi, kata Sutarwan, tidak harus setiap siswa memiliki tablet dan semisalnya. Cukup menjaring siswa yang sudah memiliki sarana saja atau menggunakan laptop guru, komputer sekolah.
Mengenai kesulitan anak SD mengikuti ujian berbentuk online, Sutarwan mengatakan, kesusahan anak SD dari segi teknis. Karena itu, nanti perlu diadakan penjelasan yang lengkap mengenai teknis ujian online.
0 komentar:
Posting Komentar